Selasa, 20 April 2010

MERANGKAK DI USIA 6 BULAN

MERANGKAK DI USIA 6 BULAN


Sungguh, ayah bangga padamu. Ayah belajar sesuatu darimu. Sesuatu itu adalah pantang menyerah.

Ketika kau belajar merangkak, berkali-kali kau gagal. Tapi kau tetap bangkit dan mencoba lagi. Dan sekarang kau telah bisa merangkak dengan baik. Padahal usiamu baru 6 bulan.

Beberapa anak lain seusiamu (bahkan lebih tua darimu) belum bisa merangkak, namun kau telah membuat ayah dan ibu harus lebih waspada karena kau bisa saja tiba-tiba merangkak turun dari kasur.


Kasur tempat kita tidur memang terhampar begitu saja di lantai tanpa ranjang. Pada suatu malam ketika ayah terbangun dan kaget karena kau telah turun dari kasur dan sedang bermain hape di lantai. Sejak saat itu ayah dan ibu tahu, kau telah bisa merangkak tanpa bantuan.


Perkembangan motorikmu memang pesat. Ayah lupa kapan kau mulai bisa mengangkat kepala dengan tegak. Kapan kau mulai ogah di-leyehkan di gendongan dan minta digendong dengan tubuh tegak. Kapan kau minta menghadap ke depan. Kapan kau tengkurap. Ayah hanya ingat, usia 6 bulan ini kau merangkak.

Padahal dari buku-buku dan literatur yang ayah dapat di internet, umumnya bayi merangkak usia 8-9 bulan. Semoga ini pertanda bagus.

Sayang sekarang (ini pukul sepuluh malam dan ayah baru selesai jualan), ibumu sudah tidur. Padahal ayah ingin bertanya tentang urutan perkembangan motorikmu itu.

Ah, ya. Sekarang kau juga mulai pintar menggerak-gerakkan tubuh. Dan berceloteh ‘aaehhh...’ untuk menyapa, ‘aaemmm’ untuk minum dan makan. Ah, ibu pasti tahu lebih banyak lagi celotehmu.

Nanti semoga ibu bisa berbagi cerita di blog ini. Bukan saja untuk kenangan perjalanan hidup seorang Novel Mahardika. Namun juga semoga kami bisa berbagi dengan ayah dan ibu lain tentang bagaimana simulasi yang kami berikan untuk perkembanganmu.

Vel, malam ini ayah ingin melanjutkan menulis sebuah buku. Doakan buku ini segera selesai, dan segera terbit menyusul ASIBUKA!

Vel, asibuka! Itu mantra untukmu, dan semua yang percaya pada kemampuan dirinya.

Senin, 12 April 2010

TIGA ENTRI SEBELUMNYA

Ini adalah 3 entri yang sebelumnya kuposting di http://rumahimaji.blogspot.com/search/label/rumahkami

kelak, ini akan menjadi blog yang mencatat perjalanan hidupmu, dan kita, Vel.


Selasa, Maret 30, 2010

3 HAL DI BULAN KE LIMA

3 HAL DI 5 BULAN

Ada tiga-atu (sesuatu kan satu, kalau tigak kan tiga atu) yang kau pelajari di usia lima bulan. Ini tidak termasuk pelajaran-pelajaran ‘kecil’ lain seperti merasai tekstur daun, menyobek-nyobek kertas, memakan telinga pooh dan boneka kelinci....

Tiga atu itu adalah:




1. Makan
Kau mulai belajar makan di usia lima bulan. Sebetulnya ayah ingin kau belajar makan di usia enam bulan, dimana masa asi eksklusif telah selesai. Tapi ibu takut kau tidak mau makan nanti di usia enam bulan, dan orang-orang tua menyalahkan kemauan kami memberimu asi eksklusif 6 bulan. Jadi dengan terpaksa ayah membiarkan ibu menyuapimu.
Awalnya kau tidak mau. Kau menolak dengan lidahmu, dan dengan tidak mau membuka mulut. Tapi ibu berhasil membujukmu utk mencoba dan sekarang kau telah makan dengan lahap.
Hanya saja, kau harus tetap memprioritaskan minum asi dan makan hanya sebagai selingan belaka.




2. Merangkak
Kau telah belajar merangkak di usia ini. Kami senang menyemangatimu yang selalu mencoba meski berkali-kali gagal ambil posisi merangkak. Kau belum tahu cara melangkahkan lutut dan tangan. Lucunya, kau mengangkat dua tangan bersamaan ketika melangkah sehingga akhirnya terjerembab!
Untung kau masih di kasur...
Sekarang kau sudah lumayan. Kadang dua atau tiga kali bisa melangkah. Tidak buruk kurasa utk seorang pemula. Ha ha ha.... hei, sekarang kan kau sudah masuk enam bulan!
Bagus, nak. Berlatihlah terus. Ayah selalu siap mendukungmu!





3. Berjalan!
Ya, kau sekarang mulai senang di-tetah. Seakan kau bisa melangkah ke manapun jika kedua lenganmu bertumpu pada tangan ayah. Jangan kuatir, nak. Kau selalu bisa bertumpu kapanpun. Ayah selalu siap mendampingimu.

Aku mencintaimu,
Dan ibumu juga....

Kamis, Maret 04, 2010

tentang kereta...

4 Februari 2010


Ayah sedang menulis buku tentang menulis. Dan kamu bangun, pagi masih terlalu dingin tapi kau udah gak sabar utk jalan-jalan. Kau, ayah dan ibu. Kita bertiga berjalan-jalan (ayah menghentikan nulis dan mematikan komputer, ibu sudah selesai mencuci dan menunda menjemur). Ini pertama kali kau naik kereta.

Kereta ini kami beli sejak kamu masih delapan bulan dalam kandungan. Kamu belum lahir tapi ayah sangat gembira menunggu kelahiranmu dan bahkan membelikan kereta yang sampai usiamu lima bulan belum mau kau pakai! Jujur, ayah sempat menyesal membeli itu karena setelah kamu lahir harga kereta turun. Tapi apalah arti harga turun jika daya beli kita turun? (Ini akan menjadi hal yang harus kau ingat nanti kalau kau jadi pengusaha).



Alasan lain ayah membeli ini adalah, karena Budhe juga sedang mengandung. Ayah pikir, kelak siapa yang akan menjagamu ketika ayah dan ibu membuka warung kita? Dengan adanya kereta, kupikir kau bisa nyaman di sana dan buyut bisa menjagamu (kalau tidak pakai kereta dia gak kuat menggendongmu).

Tapi anak budhe meninggal ketika lahir. Dia lahir sebulan setelah kelahiranmu.

Hidup, begitu misteri.

Hei, sekarang kau tampak merasa nyaman naik kereta dan itu menyenangkan. Kelak kita akan jalan-jalan lebih jauh lagi.
Kelak, ayah akan cerita tentang perkembanganmu dari lahir sampai sekarang.




Ayah mau melanjutkan penulisan buku lagi. Kau tahu, jam nulis ayah semakin tidak menentu karena hanya bisa menulis ketika kau tidur (tentu saja ketika tidak sedang jualan juga!).

Tapi itu tidak apa-apa. Lihat, ayah masih tetap produktif dan akan selalu produktif. Kau adalah motivasi bagi ayah. Kau membuat ayah mempunyai impian lebih jelas. Sebuah rumah untuk kita, sebuah usaha yang memungkinkan ayah mempunyai banyak waktu untukmu.

Ayah sangat ingin menjadi pengusaha karena alasan itu. Banyak waktu untuk keluarga, dan utk menulis juga tentu saja.

Ayah mencintaimu, dan ibumu juga...










Sabtu, Februari 27, 2010

SURAT UNTUK NOVEL






SURAT UNTUK NOVEL

Sekarang Novel sudah berusia lima bulan. Banyak hal yang seharusnya ayah ceritakan sejak kau dalam kandungan, tetapi ayah alpa. Terlalu sibuk dengan segala kegiatan—jualan, menulis, momong, mengajakmu jalan-jalan sementara ibu mencuci—dan ketika melihat fotomu, ayah tersadar, kelak bagaimana ayah akan bercerita tentang hari-hari awalmu di bumi tercinta ini?

Sekarang ayah ingin bercerita. Ini tanggal 27-02-2010. Jam tujuh pagi, setelah sarapan. Seperti biasa kamu senang ikut membeli sarapan dan bertemu orang-orang. Kamu tidak takut pada orang-orang. Kamu senang bercanda dengan orang asing sekalipun. Tapi kamu mulai bisa mengenali ekspresi. Kadang kamu tidak mau diajak, karena kamu merasa orang itu sedang tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Ah, begitulah kondisi manusia, Novel. Kadang kita merasa sedang tidak nyaman, tapi mencoba menutupinya.

Kamu habis mandi. Dan ayah—setelah membantu ibu memandikanmu—menulis ini untukmu.

Ayah mencintai ibu

Ini bab sebelum kamu lahir. Ayah sangat berharap segera mempunyai anak. Dan Allah mengabulkan harapan ayah. Ibumu mengandung segera setelah pernikahan kami. Dan ayah segera menyiapkan segalanya untuk menyambutmu. Ayah dan ibu mencari banyak informasi—buku-buku, internet, nasihat orang-orang—tentang kehamilan.

Ayah ingin menjadi ‘ayah siaga’. Mengantar ibu ke bidan untuk periksa. Berdiskusi dengan ibu tentang kahamilan dan suasana hatinya. Ayah sangat sayang sama ibu. Juga sangat sayang sama kamu. Setiap ada perubahan sekecil apapun—bengkak alergi, batuk pilek, tubuh lesu—ayah mencari tahu kenapa. Syukurlah ayah punya teman-teman yang berpendidikan bidan—tante Fita, tante Siti Khuza, tante Erika. Mereka menjadi tempat ayah bertanya sehubungan dengan kehamilan ibu.

Sejak dalam kandungan, ketika kamu sudah bisa mendengar suara ayah, ayah selalu membisikkan kata cinta dan sayang ayah. Ayah selalu mengajakmu bicara. Ayah ingin kita mempunyai kedekatan bahkan sejak dalam kandungan. Dan sampai sekarang ayah selalu dekat denganmu. Ayah selalu berbicara padamu. Kita saling berbagi, meski kamu masih dengan bahasa yang belum bisa sepenuhnya ayah pahami. Kurasa kamu paham apa yang ayah bicarakan.

Permintaan ibu sebelum kamu lahir adalah, ayah menemaninya pada proses kelahiranmu. Dan itu ayah lakukan. Ketika hampir waktunya kamu keluar, ayah mengantar ibu ke rumah bersalin. Ayah tidak tahu apa yang harus ayah lakukan, tapi ayah tetap merengkuh bahu ibumu dan membisikkan kata-kata cinta ketika ibu meringis kesakitan.

Ayah menemani ibumu. Itu saat berkesan karena ayah menyaksikan bagaimana perjuangan ibumu melahirkanmu. Ayah bilang, ayah tidak akan meninggalkannya. Ayah akan selalu mencintainya. Dan kuingin kamu juga selalu mencintai ibumu.

Nanti ayah akan lanjutkan cerita ayah. Tapi sekarang kamu mengajak ayah jalan-jalan. Dan yah..., selalu menyenangkan berjalan-jalan bersamamu. Dan kita mengeskplorasi banyak hal.

Ayah menyayangimu,